Prinsip
dasar kloning pada Sel Katak
Kloning merupakan suatu usaha dalam
memperbanyak organisme secara vegetatif atau aseksual tanpa melibatkan pembuahan
antara sel ovum dan sel sperma (partenogenesis). Organisme hasil kloning
disebut klon. Klon memiliki susunan gen dan sifat yang identik dengan induknya.
Prinsip kloning sangat mirip dengan pembelahan pada bakteri atau protozoa dan
parthenogenesis pada tumbuhan yang terjadi secara alami di alam. Kloning
memanfaatkan sifat totipotensi sel yaitu kemampuan suatu sel untuk membentuk
jaringan, organ maupun individu baru.
Hipotesis Gurdon diperkuat oleh penemuan Shinya Yamanaka yang merupakan seorang professor di
bidang fisiologi dan neuroscience dari Jepang. Beliau menemukan bahwa sel
somatik katak dapat diprogram ulang agar menjadi sel punca yang disebut Induced
Pluripotent Stem Cells (iPS). Jika sel somatik diinduksi dengan sel punca, maka
sel tersebut dapat menjadi sel yang pluripoten. Yamanaka menemukan hanya 4
faktor transkripsi saja yang dapat menginduksi sifat pluripoten yaitu faktor
Myc, Oct3 atau 4, Sox2, dan Klf4. Keempat faktor tersebut sudah cukup untuk
menginduksi fibroblas embrionik pada tikus untuk menjadi sel punca yang
pluripoten (Hirami, 2009).
Dapatkah prinsip yang
terjadi pada klon katak diterapkan pada manusia?
Pada awal tahuan 2002, tersiar kabar bahwa telah lahir
manusia pertama hasil klon yang bernama Eve di Amerika Serikat. Namun kebenaran
berita terebut masih simpang siar-siur karena belum ada publikasi resmi dari
pihak yang bersangkutan.
Keberhasilan klon domba “Dolly” memberi peluang untuk
melakukan klon manusia. Dolly menerima
donor nukleus berupa sel kelenjar mammae dari domba betina berbulu putih (Finn
Dorset) berumur 6 tahun. Sel mammae dari donor dikultur beberapa bulan sampai
mencapai beberapa generasi dan menghasilkan ribuan sel yang identik. Telur yang
berperan sebagai penerima nukleus berasal dari domba betina yang mukanya
berbulu hitam (Scottlish Blackface). Sel telur dibuang intinya menggunakan
mikromanipulator. Selanjutnya sel donor disatukan dengan sel telur yang telah
dienukleasi secara in vitro dan diberi kejutan listrik agar dapat
bersatu. Sel telur tersebut akan membelah-belah dan berkembang menjadi
blastosit. Proses selanjutnya sama seperti pada teknologi bayi tabung, yaitu
sel blastosit tersebut dimasukkan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate
mother) yaitu domba betina bernama Blackface. Dolly lahir pada bulan Juli,
1996 dengan berat badan 6,6 kg (normal 1,2-5 kg) dan kehamilannya berlangsung
148 hari ( yang normal untuk Fin Dorset adalah 143 hari). Namun teknik Dolly
tersebut tidak efisien dalam memproduksi klon karena hanya satu yang berhasil
hidup dari 277 percobaan kloning.
Inti dari klon dolly dan klon katak hampir
sama yaitu menggunakan teknik transfer inti somatik ke inti ovum yang telah di
enukleasi. Klon pada manusia sendiri masih mengalami perkembangan. Kloning
secara in vitro skala laboratorium
memang sudah berhasil, namun secara in vivo,
belum ada bukti ilmiah yang menyatakan berhasil. Melihat dari hasil klon Dolly
yang pada akhirnya mati pada usia 6 tahun karena terserang beberapa penyakit
seperti infeksi paru-paru yang biasanya menyerang domba dewasa, mengerasnya
sendi-sendi dan pemendekan telomer, maka perlu teknologi dan penelitian lanjut
jika memang menginginkan klon manusia berhasil.
(ARHP
Presents, 1997).
Kloning manusia jika
ditinjau dari segi agama dan bioetika, maka kloning mengingkari teori penciptaan
oleh Tuhan. Namun yang perlu ditekankan disini, kloning manusia secara utuh
memang belum berhasil dan dilarang secara bioetika, namun kita dapat menerapkan
kloning stem cell untuk kebutuhan medis misal stem cell akan dikembangkan
menjadi jaringan atau organ penting dalam tubuh misal jaringan otot, syaraf,
kulit, ginjal, paru-paru, dan lain-lain serta untuk kebutuhan terapi misalnya
terapi kulit karena terbakar, kanker, penyakit syaraf seperti parkinson dan
Alzheimer.
Daftar
Pustaka
ARHP Presents: Human Cloning and Genetic Modification. The Basic
Science You Need to Know. 1997 March 5. <http://www.arhp.org/cloning/>.
Gurdon, J.B.
1962. The Transplantation of Nuclei between Two Species of Xenopus.
Oxford University, England
Shinya Yamanaka. 2012. Induced
Pluripotent Stem Cells: Past, Present, and Future. Kyoto University, Japan