This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 14 Oktober 2014

Prinsip Dasar Kloning

Prinsip dasar kloning pada Sel Katak

Kloning merupakan suatu usaha dalam memperbanyak organisme secara vegetatif atau aseksual tanpa melibatkan pembuahan antara sel ovum dan sel sperma (partenogenesis). Organisme hasil kloning disebut klon. Klon memiliki susunan gen dan sifat yang identik dengan induknya. Prinsip kloning sangat mirip dengan pembelahan pada bakteri atau protozoa dan parthenogenesis pada tumbuhan yang terjadi secara alami di alam. Kloning memanfaatkan sifat totipotensi sel yaitu kemampuan suatu sel untuk membentuk jaringan, organ maupun individu baru.
Kloning katak dilakukan oleh John B. Gurdon pada tahun 1973 menggunakan teknik Transplanting Genetic Mate-rial yaitu dengan menstransfer inti sel somatis (usus katak)  ke dalam sel telur matang yang belum dibuahi yang sebelumnya telah dihilangkan intinya (enukleasi).Pada penelitiannya Gurdon meng-hilangkan inti pada telur katak tersebut dengan menggunakan radiasi sinar ultraviolet. Penghilangan inti sel ini bertujuan untuk menghilangkan materi gentik (DNA) yang terkandung dalam inti. Setelah transfer inti selesai, maka inti akan membelah secara mitosis membentuk morula yang pada tahap selanjutnya akan membentuk blastula. Blastula bisa dipotong dan diambil inti-intinya, kemudian inti-inti tersebut dimasukkan dalam sel telur lain yang telah di enukleasi  sehingga didapatkan individu baru yang banyak dengan sifat dan jenis kelamin yang sama. Penelitian John B. Gurdon didasarkan pada penelitian Robert Briggs dan Thomas King mengenai transfer nuclei pada katak. Robert Briggs dan Thomas King menggunakan Rana pipiens sedangkan John B. Gurdon menggunakan Xenopus laevis. Di akhir penelitiannya, Gurdon menyimpulkan bahwa telur yang diinsersi inti dari sel epitelium usus katak yang telah berdiferensiasi dapat menghasilkan beberapa katak yang normal. Gurdon menemukan bahwa nuclei pada sel somatik memiliki potensi untuk merubah sel yang telah terdiferensiasi kembali menjadi sel punca (Gurdon, 1962).
Hipotesis Gurdon diperkuat oleh penemuan Shinya Yamanaka yang merupakan seorang professor di bidang fisiologi dan neuroscience dari Jepang. Beliau menemukan bahwa sel somatik katak dapat diprogram ulang agar menjadi sel punca yang disebut Induced Pluripotent Stem Cells (iPS). Jika sel somatik diinduksi dengan sel punca, maka sel tersebut dapat menjadi sel yang pluripoten. Yamanaka menemukan hanya 4 faktor transkripsi saja yang dapat menginduksi sifat pluripoten yaitu faktor Myc, Oct3 atau 4, Sox2, dan Klf4. Keempat faktor tersebut sudah cukup untuk menginduksi fibroblas embrionik pada tikus untuk menjadi sel punca yang pluripoten (Hirami, 2009).

Dapatkah prinsip yang terjadi pada klon katak diterapkan pada manusia?
Pada awal tahuan 2002, tersiar kabar bahwa telah lahir manusia pertama hasil klon yang bernama Eve di Amerika Serikat. Namun kebenaran berita terebut masih simpang siar-siur karena belum ada publikasi resmi dari pihak yang bersangkutan.
Keberhasilan klon domba “Dolly” memberi peluang untuk melakukan klon manusia. Dolly menerima donor nukleus berupa sel kelenjar mammae dari domba betina berbulu putih (Finn Dorset) berumur 6 tahun. Sel mammae dari donor dikultur beberapa bulan sampai mencapai beberapa generasi dan menghasilkan ribuan sel yang identik. Telur yang berperan sebagai penerima nukleus berasal dari domba betina yang mukanya berbulu hitam (Scottlish Blackface). Sel telur dibuang intinya menggunakan mikromanipulator. Selanjutnya sel donor disatukan dengan sel telur yang telah dienukleasi secara in vitro dan diberi kejutan listrik agar dapat bersatu. Sel telur tersebut akan membelah-belah dan berkembang menjadi blastosit. Proses selanjutnya sama seperti pada teknologi bayi tabung, yaitu sel blastosit tersebut dimasukkan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother) yaitu domba betina bernama Blackface. Dolly lahir pada bulan Juli, 1996 dengan berat badan 6,6 kg (normal 1,2-5 kg) dan kehamilannya berlangsung 148 hari ( yang normal untuk Fin Dorset adalah 143 hari). Namun teknik Dolly tersebut tidak efisien dalam memproduksi klon karena hanya satu yang berhasil hidup dari 277 percobaan kloning.
Inti dari klon dolly dan klon katak hampir sama yaitu menggunakan teknik transfer inti somatik ke inti ovum yang telah di enukleasi. Klon pada manusia sendiri masih mengalami perkembangan. Kloning secara in vitro skala laboratorium memang sudah berhasil, namun secara in vivo, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan berhasil. Melihat dari hasil klon Dolly yang pada akhirnya mati pada usia 6 tahun karena terserang beberapa penyakit seperti infeksi paru-paru yang biasanya menyerang domba dewasa, mengerasnya sendi-sendi dan pemendekan telomer, maka perlu teknologi dan penelitian lanjut jika memang menginginkan klon manusia berhasil.
Meskipun teknologi ini berpotesi menghasilkan individu hewan atau manusia yang identik dengan hewan atau manusia pendonor DNA, teknologi ini juga berpotensi besar menghasilkan kelainan genetik yang berat pada individu hasil kloning. Selain berdampak pada individu yang dihasilkan, kloning juga akan berakibat bagi induk yang menjadi tempat perkembangannya. Induk akan lebih mudah terkena satu jenis kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia, yang menyerang rahim, yaitu choriocarcinoma. Kerisauan yang lain dari para ahli adalah jika seorang bayi di klon, maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor. Misalnya seorang anak hasil kloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10 karena mendapat kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit jantung dan kanker.


(ARHP Presents, 1997).
Kloning manusia jika ditinjau dari segi agama dan bioetika, maka kloning mengingkari teori penciptaan oleh Tuhan. Namun yang perlu ditekankan disini, kloning manusia secara utuh memang belum berhasil dan dilarang secara bioetika, namun kita dapat menerapkan kloning stem cell untuk kebutuhan medis misal stem cell akan dikembangkan menjadi jaringan atau organ penting dalam tubuh misal jaringan otot, syaraf, kulit, ginjal, paru-paru, dan lain-lain serta untuk kebutuhan terapi misalnya terapi kulit karena terbakar, kanker, penyakit syaraf seperti parkinson dan Alzheimer.



Daftar Pustaka

ARHP Presents: Human Cloning and Genetic Modification. The Basic Science You Need to Know. 1997 March 5. <http://www.arhp.org/cloning/>.
Gurdon, J.B. 1962. The Transplantation of Nuclei between Two Species of Xenopus. Oxford University, England

Shinya Yamanaka. 2012. Induced Pluripotent Stem Cells: Past, Present, and Future. Kyoto University, Japan