Selasa, 08 Juli 2014

Produktivitas Primer

BAB 1
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energy bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan (Sastrawidjaya, 1991).
Sumber energy primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan  hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energy. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organic bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energy dari lingkungan disebut produsen (Sudaryanti, 2004).
Produktivitas adalah laju penambatan atau penyimpanan energy oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Produktivitas dari suatu ekosistem adalah kecepatan cahaya matahari yang diikat oleh vegetasi menjadi produktivitas kotor sesuai dengan kecepatan fotosintesis. Sedangkan produktivitas bersih dari vegetasi adalah produksi dalam arti dapat dipergunakan oleh organisme lain, yaitu sesuai dengan kecepatan fotosintesis dikurangi kecepatan respirasi (Djumara, 2007).
Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama makan hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun ekosistem. Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya factor pembatas dalam setiap ekosistem. Factor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungannya (Campbell, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diakukan penyusunan makalah terkait dengan Produktivitas Primer  untuk mengetahui lebih jelas mengenai Metode pengukuran produktivitas primer, Cara Mengukur, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
  1. Apakah yang dimaksud produktivitas primer?
  2. Bagaimana metode pengukuran produktivitas primer?
  3. Bagaimana cara mengukur produktivitas primer?
  4. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui pengertian produktivitas primer.
  2. Untuk mengetahui metode pengukuran produktivitas primer.
  3. Untuk mengetahui cara mengukur produktivitas primer.
  4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer.

D.    Manfaat Penulisan
                Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
  1. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai “Produktivitas Primer”
  2. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi penulis selanjutnya dengan makalah yang relevan.
  3. Sebagai latihan bagi penulis dalam menyusun makalah.


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Produktivitas Primer
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organic yang kaya energy dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organic (biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor atau produksi kotor.
Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produksivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup, respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain (Amstrong, 1994).
Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per m2 per hari (gC/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat. Hasil tetap (Standing crop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari). Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan (Wardoyo, 1978).
Di lingkungan perairan Indonesia Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.

Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu.

 produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organic pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energy yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energy kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).

B. Metode Pengukuran Produktivitas Primer
Berikut ini adalah beberapa metode pengukuran produktivitas primer suatu perairan, antara lain:
1.      Metode Panen
Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produksi komunitas bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana.
2.      Metode Pengukuran Oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus diingat sebagian oksigen dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus diperhitungkan dalam penentuan produktivitas. Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya.
3.      Metode Karbon dioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus diperhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat dipakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan. Ada dua teknik atau metode utama yaitu : metode ruang tutup dan ruang aerodinamika.

4.      Metode pH
Metode ini digunakan pada ekosistem perairan. Pada ekosistem perairan pH air merupakan fungsi dari kadar karbon dioksida terlarut. Metode ini baik dilakukan di laboratorium karena mudah dikontrol.
5.      Pengukuran berkurangnya bahan mentah
Berkurangnya kandungan bahan-bahan mentah yang tersedia menggambarkan tinggak produktivitas. Metode ini baik dilakukan pada ekosistem perairan. Metode ini mengukur produksi bersih komunitas.
6.      Metode Radioaktivitas
Materi aktif yang dapat diidentifikasi radiasinya dimasukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14) dapat diintroduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya diasimilasikan oleh tumbuhan dan dipantau untuk mendapatkan perkiraan produktivitas. Teknik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu dapat dipakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem.  
7.      Metode Klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan (Campbell, 2002).

C. Cara Mengukur Produktivitas Primer
Prosedur pengukuran produktivitas primer dapat dilakukan secara kuantitas dan kualitas, kuantitas dapat diukur dengan menggunakan metode klorofil-a dan kepadatan plankton. Sedangkan kualitas dapat diketahui dengan menentukan index diversitas (ID). Adapun metode pengukuran klorofil-a adalah sebagai berikut :
Prinsip analisis:
  • Fitoplankton (debris tumbuhan) dipekatkan melalui filtrasi dengan membran filter
  • Pigmen yang terkandung diekstraksi dengan aceton, dan konsentrasi klorofil-a diukur dengan spektrofotometri
a.       Prosedur Analisis Klorofil-a :
  1. Menyiapkan kertas filter
  2.  Menuangkan MgCO3 pada filter kemudian divacum untuk menghisap cairan 100 ml air yang mengandung sample divacum
  3. Kertas filter dilipat dan ditambahkan 5 ml aceton 95% kemudian digerus dengan alat teflon pestle
  4.  Menambahkan lagi aceton sebnyak 3,5 ml kemudian digerus
  5. Hasil gerusan masukkan kedalam tabung reaksi, tutup dengan aluminium foil dan dibiarkan semalam
  6. Sentrifuse tabung reaksi pada 2000 – 3000 rpm, selama 10 menit
  7. Memindahkan ke kuvet supernatannya, sentrifuse lagi pada 300 – 500 rpm selama 5 menit
  8. Mengukur absorsi pada panjang gelombang 665 nm dan 750 nm (sebelumnya spektrofotometer diset pada absoransi 0,000 dengan aceton 95%)
  9. Hitung dengan rumus :
Konsentrasi Chlorofil a (Mg/l) = 11,9 (A665 – A750) x V/L x 1000/S
Dimana:                                                                                       
                A665 = Absorbansi pada panjang gelombang 665
                A750 = Absorbansi pada panjang gelombang 750
                V     = Ekstraksi aceton yang diperoleh
                L     = Panjang lintasan cahaya pada cairan dalam kuvet (cm)
                S     = Volume sampel yang difiltrasi

b.      Perhitungan Kepadatan Plankton
Menurut Sutarman. (1993), prosedur perhitungan kepadatan plankton sebagai berikut :
1.      Dibersihkan obyek glass dan cover glass dengan aquadest dan dikeringkan dengan tissue
2.       Diteteskan sampel pada obyek glass
3.       Ditutup dengan cover glass, jangan sampai ada gelembung
4.       Diamati di bawah mikroskop
5.       Diamati bidang plankton pada bidang 1:5
6.      Dihitung jumlah plankton
7.      Dihitung total kepadatan plankton (sel/liter atau ind/liter) dengan persamaan modifikasi Lackey Drop :
N = ((T.V) / (L.v.p.W)) x n
Dimana :
T       : Luas cover glass (mm2)
V      : Volume konsentrat plankton dalam botol plankton
L       : Luas lapang pandang dalam mikroskop (mm2)
v       : Volume konsentrat plankton di bawah cover glass
p       : Jumlah lapang pandang
W     : Volume air sample yang disaring
N      : Jumlah plankton dalam sel/liter atau ind/liter
n       : Jumlaah plankton dalam bidang pandang
Prosedur perhitungan produktivitas primer secara kualitas yaitu dengan menggunakan Index Diversitas (index keragaman), yang dihitung dengan menggunakan rumus indeks diversity Shannon & Wiener (H’) sebagai berikut
picture3
Dimana,
H’ = index diversitas
Pi = proporsi spesies ke-I terhadap jumlah total
ni = jumlah sel/ekor dari taksa biota i
N = jumlah sel/ekor dari taksa biota di dalam sampel

D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Suhu atau Temperatur
                Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC (hanya pada kisaran yang masih dapat ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Menurut Soetjipta, bahwa temperatur yang masih dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30, dan temperatur yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30oC, sedangkan temperatur yang optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15-35oC.
2.    Cahaya
            Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
            Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
3.    Intensitas Cahaya Matahari
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kulitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat yang mengalami pembiasan yang menyebabkan kolom air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari , juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda yang lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari
4.    Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan  akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
5.    Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
6.    Tanah 
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+).
Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah. Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah.
7.     Herbivora
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.  walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora. 
8.      DO (Dissolved Oxygen).
Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebahagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
9.      BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200 C Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5).
Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l oksigen maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l -20 mg/l oksigen akan menunjukkan tingakat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/l. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya yang terdapat dalam limbah rumah tangga.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan.
  2. Prosedur pengukuran produktivitas primer dapat dilakukan secara kuantitas dan kualitas.
  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu suhu atau temperature, cahaya, intensitas cahaya matahari, Air, curah hujan dan kelembaban, nutrient, tanah, herbivora, DO (Dissolved Oxygen), dan BOD (Biochemical Oxygen Demand).
  4. Produktivitas primer perairan didefinisikan sebagai kemampuan organisme produsen dalam badan air untuk menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik.
  5. Sumber energy pokok dalam ekosistem adalah pengubahan radiasi energy matahari menjadi energy kimia oleh produsen.
  6. Produktivitas primer bersih ekosistem dapat dijabarkan sebagai berikut:
NPP =  GPP – Rs
Di mana NPP adalah net primary productivity, GPP adalah gorss primary productivity, dan Rs adalah laju Respirasi.



DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael. 1994. Seri Pedoman Manajemen, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Djumara, 2007. Modul 3 : Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah. Jakarta: Environmental Assesment and Management.
Sastrawidjaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudaryanti. 2004. Produktivitas Perairan (Primer). Malang: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.
Sutarman. 1993. Petunjuk Praktek Pembenihan Ikan Air Tawar Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Kanisius.
Wardoyo. 1978. Pengelolaan Kualitas Air Bagian Akuakultur. Bogor: Fakultas Perikanan IPB.


1 komentar: