This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 20 Januari 2015

Dictyota dichotoma


MAKALAH FIKOLOGI
PHAEOPHYTA
(Dictyota dichotoma)



Disusun oleh:
Ayu Andriyani
M0412012



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

Jalur Metabolisme Glutamat dalam Industri MSG

MAKALAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI
JALUR METABOLISME GLUTAMAT DALAM INDUSTRI MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)


Disusun oleh:
Ayu Andriyani
M0412012


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

NCBI dan EBI

TUGAS BIOINFORMATIKA
NCBI (National Center Biotechnology Information)
EMBL-EBI (European Molecular Biology Laboratory- European Bioinformatics Institute)




Ayu Andriyani
M0412012



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

PENEMUAN HEBAT BIOLOGI: VAKSIN


          Melalui penerapan bioteknologi, berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus telah dapat dihindari dengan menggunakan vaksin. Prinsip dasar dari penggunaan vaksin adalah tubuh menghasilkan anti bodi untuk melawan serangan virus. Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme antigen (misal virus atau bakteri patogen) yang permukaannya/toksinnya telah dimatikan atau dilemahkan. Pemberian vaksin (vaksinasi) menyebabkan tubuh bereaksi membentuk antibodi, sehingga kebal terhadap infeksi patogen dikemudian hari.
Pembuatan Vaksin
Pada awalnya, vaksin dibuat secara konvensional.sejarah mencatat berbagai penemuan vaksin yang mencegah berbagai penyakit pandemik.tahun 1796, Edward Jenner menemukan vaksin untuk cacar air. Tahun 1885, Louis Pasteur menemukan vaksin untuk rabies.kemudian diikuti penemuan vaksin untuk penyakit yang lainnya.
Beberapa tipe vaksin yang dibuat melalui metode konvensional adalah sebagai berikut:
1.      Vaksin yang berasal dari patogen yang telah dimatikan oleh bahan kimia atau oleh pemanasan. Misalnya, vaksin influenza, kolera, dan hepatitis A. Tipe vaksin ini hanya membentuk respons kekebalan sementara.
2.      Vaksin yang berasal dari patogen yang dilemahkan. Misalnya, vaksin campak dan vaksin gondong. Tipe vaksin ini menimbulkan respons kekebalan yang lebih lama masanya.
3.      Vaksin yang berasal dari senyawa patogenik mikroorganisme yang dibuat tidak aktif . misalnya, vaksin tetanus dan difteri.
Akan tetapi, produksi vaksin secara konvensional tersebut menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan karena Patogen yang digunakan untuk membuat vaksin mungkin masih melakukan proses metabolisme (pada organisme seperti bakteri) sehingga masih bisa menyebabkan penyakit, ada sebagian orang yang alergi terhadap sisa-sisa sel yang ditinggalkan dari produksi vaksin, meskipun sudah dilakukan proses pemurnian.
Untuk mengurangirisiko tersebut, sekarang ini di kembangkan pembuatan vaksin dengan menggunakan rekayasa genetika. Prinsip-prinsip rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin adalah berikut:
1.      Mengisolasi (memisahkan) gen-gen pengebab sakit dari virus atau patogen.
2.      Menyisipkan gen-gen tersebut ke dalam sel bakteri atau kultur sel hewan. Sel bakteri atau sel hewan yang telah disisipi gen itu disebut rekombinan.
3.      Rekombinan tersebut akan menghasilkan antigen. Selanjutnya rekombinan akan dikultur sehingga diperoleh antigen dalam jumlah banyak.
4.      Antigen itu diektraksi untuk digunakan sebagai vaksin.

Contoh vaksin yang telah dibuat dengan cara ini adalah vaksin untuk penyakit poliomyelitis, gondong, cacar air, rubela, dan rabies. Bagi saya, penemuan Vaksin adalah luar biasa, terlepas dari kontroversi pro dan kontra dalam masyarakat.

Penggunaan Simpanse di Labortorium Pusat Riset Primata Nasional Southwest

Dinas Margasatwa dan Perikanan Amerika Serikat mengumumkan usul untuk memasukkan simpanse liar dan peliharaan sebagai hewan yang terancam punah, langkah yang akan mempengaruhi penggunaan simpanse dalam penelitian ilmiah pada masa mendatang.

Salah seeorang peneliti yang peduli akan keberadaan simpanse, Jane Goodall selama sekian tahun belakangan ini, sedang menghimpun dana untuk menyelamatkan simpanse, dari kandang kolektor atau kerangkeng lab bioriset. Di Afrika, kini paling banyak masih hidup sekitar 250.000 ekor simpanse, termasuk simpanse kerdil. Namun populasinya terus merosot mendekati titik kepunahan. Dalam kampanyenya, Jane selalu memperjuangkan agar tak ada lagi penangkapan liar simpanse di habitatnya. Sebab simpanse liar tangkapan langsung dari habitatnya, kini menjadi binatang paling favorit untuk “kera percobaan” berbagai penyakit manusia, terutama AIDS, karena kemiripannya dengan bio-anatomi manusia.

Salah satu penggunaan simpanse untuk riset adalah menggunakannya sebagai hewan uji untuk penelitian dan penemuan obat hepatitis. Simpanse dan manusia memang berkerabat dekat, sehingga penggunaan simpanse dalam uji klinis obat akan sangat menguntungkan untuk perkembangan dunia medis. Namun penggunaan simpanse sebagai hewan uji menyebabkan populasinya di alam menurun.
"Kami telah membuat banyak kemajuan dalam penelitian tentang hepatitis menggunakan simpanse," kata direktur Pusat Riset Primata Nasional Southwest, John VandeBerg kepada The Washington Post dalam sebuah wawancara yang diterbitkan bulan lalu. Dia mengatakan, percobaan-percobaan itu menyebabkan perkembangan dari "banyak obat untuk mengobati baik hepatitis B dan C. Untuk eksperimen-eksperimennya itu, simpanse yang terinfeksi hepatitis menjalani dua pemeriksaan medis yakni darahnya diambil untuk mengukur tingkat virus, sementara dua jarum jaringan biopsi diekstrak dari hati hewan-hewan itu untuk pemeriksaan. Hak-hak binatang yang dibuat orang tampaknya seperti hal yang mengerikan yang harus dilakukan," VandeBerg kata.

Selain itu sekarang ada alternatif adenovirus manusia dibuat dari sumber yang kurang menyenangkan yaitu kotoran simpanse. "Tubuh memasang respon kekebalan yang tinggal selama hidupnya," kata Alfredo Nicosia dari Okairos di Roma, Italia, melapor ke Science Translational Medicine. Sekarang, Nicosia dan rekan menemukan solusi menggunakan adenovirus simpanse sebagai gantinya dan sukses eksperimen klinis vaksin berbasis virus simpanse untuk hepatitis C. Karena kesamaan manusia dan simpanse, adenovirus yang menginfeksi simpanse mungkin dapat menginfeksi manusia juga. Tetapi yang penting manusia tidak membangun antibodi terhadap virus. Nicosia mengumpulkan sampel tinja simpanse untuk diisolasi dan dikarakterisasi hampir 30 serotipe adenovirus berbeda dari sekitar 1.000 sampel tinja. Tim membuat form virus tidak dapat mereplikasi. Kemudian uji potensi kekebalan tubuh pada tikus.

Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama Melalui Bacillus thuringiensis


Tanaman transgenik merupakan tanaman yang disisipi gen tertentu agar mengekspresikan gen tertentu yang kita inginkan. Berikut ini merupakan cara rekayasa tanaman tahan hama menggunakan bakteri Bacillus turingiensis:
1.      Menentukan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, hama kepik, dan hama pengisap polong. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai yaitu Bt-toksin. Bila menggunakan Bt-toksin maka ditentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan untuk menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses pencernaannya.
2.      Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA yang mengkode protein cry akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid Bacillus thuringiensis. Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA tersebut dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri.
3.      Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik
4.      Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati


Selasa, 14 Oktober 2014

Prinsip Dasar Kloning

Prinsip dasar kloning pada Sel Katak

Kloning merupakan suatu usaha dalam memperbanyak organisme secara vegetatif atau aseksual tanpa melibatkan pembuahan antara sel ovum dan sel sperma (partenogenesis). Organisme hasil kloning disebut klon. Klon memiliki susunan gen dan sifat yang identik dengan induknya. Prinsip kloning sangat mirip dengan pembelahan pada bakteri atau protozoa dan parthenogenesis pada tumbuhan yang terjadi secara alami di alam. Kloning memanfaatkan sifat totipotensi sel yaitu kemampuan suatu sel untuk membentuk jaringan, organ maupun individu baru.
Kloning katak dilakukan oleh John B. Gurdon pada tahun 1973 menggunakan teknik Transplanting Genetic Mate-rial yaitu dengan menstransfer inti sel somatis (usus katak)  ke dalam sel telur matang yang belum dibuahi yang sebelumnya telah dihilangkan intinya (enukleasi).Pada penelitiannya Gurdon meng-hilangkan inti pada telur katak tersebut dengan menggunakan radiasi sinar ultraviolet. Penghilangan inti sel ini bertujuan untuk menghilangkan materi gentik (DNA) yang terkandung dalam inti. Setelah transfer inti selesai, maka inti akan membelah secara mitosis membentuk morula yang pada tahap selanjutnya akan membentuk blastula. Blastula bisa dipotong dan diambil inti-intinya, kemudian inti-inti tersebut dimasukkan dalam sel telur lain yang telah di enukleasi  sehingga didapatkan individu baru yang banyak dengan sifat dan jenis kelamin yang sama. Penelitian John B. Gurdon didasarkan pada penelitian Robert Briggs dan Thomas King mengenai transfer nuclei pada katak. Robert Briggs dan Thomas King menggunakan Rana pipiens sedangkan John B. Gurdon menggunakan Xenopus laevis. Di akhir penelitiannya, Gurdon menyimpulkan bahwa telur yang diinsersi inti dari sel epitelium usus katak yang telah berdiferensiasi dapat menghasilkan beberapa katak yang normal. Gurdon menemukan bahwa nuclei pada sel somatik memiliki potensi untuk merubah sel yang telah terdiferensiasi kembali menjadi sel punca (Gurdon, 1962).
Hipotesis Gurdon diperkuat oleh penemuan Shinya Yamanaka yang merupakan seorang professor di bidang fisiologi dan neuroscience dari Jepang. Beliau menemukan bahwa sel somatik katak dapat diprogram ulang agar menjadi sel punca yang disebut Induced Pluripotent Stem Cells (iPS). Jika sel somatik diinduksi dengan sel punca, maka sel tersebut dapat menjadi sel yang pluripoten. Yamanaka menemukan hanya 4 faktor transkripsi saja yang dapat menginduksi sifat pluripoten yaitu faktor Myc, Oct3 atau 4, Sox2, dan Klf4. Keempat faktor tersebut sudah cukup untuk menginduksi fibroblas embrionik pada tikus untuk menjadi sel punca yang pluripoten (Hirami, 2009).

Dapatkah prinsip yang terjadi pada klon katak diterapkan pada manusia?
Pada awal tahuan 2002, tersiar kabar bahwa telah lahir manusia pertama hasil klon yang bernama Eve di Amerika Serikat. Namun kebenaran berita terebut masih simpang siar-siur karena belum ada publikasi resmi dari pihak yang bersangkutan.
Keberhasilan klon domba “Dolly” memberi peluang untuk melakukan klon manusia. Dolly menerima donor nukleus berupa sel kelenjar mammae dari domba betina berbulu putih (Finn Dorset) berumur 6 tahun. Sel mammae dari donor dikultur beberapa bulan sampai mencapai beberapa generasi dan menghasilkan ribuan sel yang identik. Telur yang berperan sebagai penerima nukleus berasal dari domba betina yang mukanya berbulu hitam (Scottlish Blackface). Sel telur dibuang intinya menggunakan mikromanipulator. Selanjutnya sel donor disatukan dengan sel telur yang telah dienukleasi secara in vitro dan diberi kejutan listrik agar dapat bersatu. Sel telur tersebut akan membelah-belah dan berkembang menjadi blastosit. Proses selanjutnya sama seperti pada teknologi bayi tabung, yaitu sel blastosit tersebut dimasukkan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother) yaitu domba betina bernama Blackface. Dolly lahir pada bulan Juli, 1996 dengan berat badan 6,6 kg (normal 1,2-5 kg) dan kehamilannya berlangsung 148 hari ( yang normal untuk Fin Dorset adalah 143 hari). Namun teknik Dolly tersebut tidak efisien dalam memproduksi klon karena hanya satu yang berhasil hidup dari 277 percobaan kloning.
Inti dari klon dolly dan klon katak hampir sama yaitu menggunakan teknik transfer inti somatik ke inti ovum yang telah di enukleasi. Klon pada manusia sendiri masih mengalami perkembangan. Kloning secara in vitro skala laboratorium memang sudah berhasil, namun secara in vivo, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan berhasil. Melihat dari hasil klon Dolly yang pada akhirnya mati pada usia 6 tahun karena terserang beberapa penyakit seperti infeksi paru-paru yang biasanya menyerang domba dewasa, mengerasnya sendi-sendi dan pemendekan telomer, maka perlu teknologi dan penelitian lanjut jika memang menginginkan klon manusia berhasil.
Meskipun teknologi ini berpotesi menghasilkan individu hewan atau manusia yang identik dengan hewan atau manusia pendonor DNA, teknologi ini juga berpotensi besar menghasilkan kelainan genetik yang berat pada individu hasil kloning. Selain berdampak pada individu yang dihasilkan, kloning juga akan berakibat bagi induk yang menjadi tempat perkembangannya. Induk akan lebih mudah terkena satu jenis kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia, yang menyerang rahim, yaitu choriocarcinoma. Kerisauan yang lain dari para ahli adalah jika seorang bayi di klon, maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor. Misalnya seorang anak hasil kloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10 karena mendapat kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit jantung dan kanker.


(ARHP Presents, 1997).
Kloning manusia jika ditinjau dari segi agama dan bioetika, maka kloning mengingkari teori penciptaan oleh Tuhan. Namun yang perlu ditekankan disini, kloning manusia secara utuh memang belum berhasil dan dilarang secara bioetika, namun kita dapat menerapkan kloning stem cell untuk kebutuhan medis misal stem cell akan dikembangkan menjadi jaringan atau organ penting dalam tubuh misal jaringan otot, syaraf, kulit, ginjal, paru-paru, dan lain-lain serta untuk kebutuhan terapi misalnya terapi kulit karena terbakar, kanker, penyakit syaraf seperti parkinson dan Alzheimer.



Daftar Pustaka

ARHP Presents: Human Cloning and Genetic Modification. The Basic Science You Need to Know. 1997 March 5. <http://www.arhp.org/cloning/>.
Gurdon, J.B. 1962. The Transplantation of Nuclei between Two Species of Xenopus. Oxford University, England

Shinya Yamanaka. 2012. Induced Pluripotent Stem Cells: Past, Present, and Future. Kyoto University, Japan